KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah di bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan
(PKN) mengenai Dinamika Politik Indonesia.
Penulis
menyadari banyaknya kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, baik dari segi
sistematika penulisannya maupun isi yang terkandung di dalamnya karena
keterbatasan kemampuan penulis. Untuk itu, kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat penulis harapkan.
Dalam
pembuatan makalah ini, banyak sekali hambatan dan kesulitan yang penulis
hadapi. Namun atas dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat
mengatasi kendala tersebut. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. ............................. : Selaku Kepala Sekolah ............................. yang telah membimbing guru mata
pelajaran ini demi kemajuan pembelajaran di sekolah.
2. ............................. . : Selaku guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
(PKN) yang telah membimbing penulis untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
3. Pihak
lain yang telah membantu penulis untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata penulis
berharap makalah ini dapat berguna khususnya bagi penulis sendiri, dan
umumnya bagi semua pihak yang
membutuhkan.
.............................
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................i
DAFTAR
ISI................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah...........................................................................1
1.2
Tujuan Penulisan Makalah.......................................................................1
BAB II
PENDAHULUAN
2.1
Dinamika Politik
Indonesia.....................................................................2
2.2
Pelaksanaan Sistem Politik
Indonesia.....................................................10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................................12
3.2 Saran.......................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masalah
Kehidupan
Politik di Indonesia terus berkembang dari masa ke masa. Karena disebabkan oleh
sifat dari politik sendiri yang dinamis dan terbuka pada perubahan. Di
Indonesia sudah terjadi 6 kali pergantian pemerintahan.
Sistem
politik di Indonesia, walaupun sudah 4 periode, atau 6 kali pergantian
pemerintahan tetapi masih memakai sistem politik demokrasi Pancasila.
Dalam
hal ini, penulis mencoba untuk mempelajari dan menguraikan materi Dinamika Politik
Indonesia.
1.2
Tujuan
Penulisan Makalah
Makalah ini ditulis
untuk:
1. Memenuhi
tugas kelompok, dari materi BAB 6 mengenai Sistem Politik di Indonesia.
2. Sebagai
sarana pembelajaran.
BAB II
ISI
2.1 Dinamika Politik Indonesia
Dinamika Politik di Indonesia dibagi
menjadi 4 periode :
1. Periode Demokrasi Liberal (Th.1945-1959)
Dalam periode ini dibahas berlakunya Konstitusi yaitu UUD 1945, KRIS 1949 dan UUDS
1950
a.
Masa berlakunya UUD 1945, Periode I (18 Agustus 1945-27
Desember 1949)
Dalam masa pemerintahan
ini sistem kabinetnya Presidensial (sesuai dengan pasal 17 UUD 1945). Sistem
kabinet Presidensial tidak berlangsung lama, karena adanya maklumat pemerintah
14 November 1945 yang isinya agar Presiden bertanggung jawab kepada KNIP (yang
berfungsi sebagai badan legislatif) dengan demikian sistem kabinetnya
parlementer. Penerapan sistem kabinet parlementer di masa ini ternyata mengakibatkan
stabilitas nasional tidak mantap. Hal ini dilihat dari silih bergantinya
kabinet pada masa itu.
1. Kabinet
Presidensial yang dipimpin oleh Soekarno-Hatta
2. Kabinet
Syahrir I
3. Kabinet
Syahrir II
4. Kabinet
Syahrir III
5. Kabinet
Amir Syarifudin I
6. Kabinet
Amir Syarifudin II
7. Kabinet
Hatta I
8. Kabinet
Darurut (pimpinan kabinet mr. Safrudin Prawiranagara)
9.
Kabinet Hatta II
Masa
berlakunya kabinet rata-rata 6 bulan. Berdasarkan maklumat pemerintah tanggal 3
November 1945 partai politik mulai tumbuh, tetapi pada saat itu partai-partai
lebih mementingkan parpolnya dari pada kepentingan rakyat, yang berakibat
kabinet sering mendapat mosi tidak percaya dari parlemen, sehingga kabinet
jatuh bangun mengakibatkan stabilitas negara tidak stabil.
b. Dinamika
Politik Indonesia Masa Konstitusi RIS (27 Desember 1949-17 Agustus 1950)
Bentuk
negara serikat, sistem kabinetnya parlementer. Dalam pemerintahannya meletakkan
hubungan pusat dan daerah seperti hubungan pemerintah pusat dengan negara
bagian. Dalam sistem ini parlemennya terdiri 2 badan (bikameral) yaitu: senat
(mewakili negara bagian) dan DPR. Pada masa Konstitusi RIS negara Indonesia
dibagi 16 bagian, yang pada akhirnya negara-negara bagian tersebut saling menggabungkan
diri sehingga menjadi 3 negara bagian yaitu:
1. Negara
Republik Indonesia
2. Negara
Indonesia Timur
3. Negara
Sumatera Timur
Dari
ketiga negara bagian inipun akhirnya saling menggabungkan diri menjadi negara
kesatuan.
c.
Dinamika Politik Indonesia Pada Masa UUDS Tahun 1950 (17
Agustus 1950-5 Juli 1950)
Bentuk
negara kesatuan Sistem kabinet parlementer Berdasarkan maklumat pemerintah tanggal
3 November 1945, maka timbullah partai-partai politik yang jumlahnya sangat
banyak, yakni 28 partai.
Pemilu th. 1955 diadakan 2 kali yaitu:
Pemilu th. 1955 diadakan 2 kali yaitu:
1.
Pemilu I, tanggal 19 September 1955 untuk memilih
anggota parlementer (DPR).
2. Pemilu
II, tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota konstituante.
Badan
Konstituante bertugas membentuk UUD yang baru.
Dalam menjalankan tugas badan konstituante tidak pernah membuahkan hasil, padahal kondisi negara dalam keadaan yang memprihatinkan. Melihat kondisi ini, Presiden Soekarno punya usul kembali ke UUD 1945. Usul ini mendapat dua tanggapan kelompok I mau kembali ke UUD 1945, tetapi Pancasilanya seperti dalam piagam Jakarta, yang Sila I : Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Kelompok II, setuju kembali ke UUD 1945 sepenuhnya. Akhirnya diadakan pemungutan suara, dengan kuorum rapat, hanya 2/3 dari anggota hadir yang memenuhi kuorum. Putusan ini tidak pernah tercapai dan pada akhirnya kuorum rapatpun tidak tercapai. Bahkan sebagian anggota menyatakan tidak akan datang dalam sidang yang akan datang. Berdasarkan keadaan darurat luar biasa ini demi persatuan, kesatuan dan stabilitas nasional, Presiden Soekarno mengeluarkan “Dekrit Presiden 5 Juli 1959” yang isinya:
Dalam menjalankan tugas badan konstituante tidak pernah membuahkan hasil, padahal kondisi negara dalam keadaan yang memprihatinkan. Melihat kondisi ini, Presiden Soekarno punya usul kembali ke UUD 1945. Usul ini mendapat dua tanggapan kelompok I mau kembali ke UUD 1945, tetapi Pancasilanya seperti dalam piagam Jakarta, yang Sila I : Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Kelompok II, setuju kembali ke UUD 1945 sepenuhnya. Akhirnya diadakan pemungutan suara, dengan kuorum rapat, hanya 2/3 dari anggota hadir yang memenuhi kuorum. Putusan ini tidak pernah tercapai dan pada akhirnya kuorum rapatpun tidak tercapai. Bahkan sebagian anggota menyatakan tidak akan datang dalam sidang yang akan datang. Berdasarkan keadaan darurat luar biasa ini demi persatuan, kesatuan dan stabilitas nasional, Presiden Soekarno mengeluarkan “Dekrit Presiden 5 Juli 1959” yang isinya:
1. Pembubaran
Badan Konstituante
2. Berlaku
kembali UUD 1945 dan tidak memberlakukan UUDS
3. Pembentukan
MPR dan DPAS
Kegagalan
badan konstituante disebabkan parpol-parpol lebih mementingkan kepentingan
parpolnya dari pada kepentingan bangsa dan negara. Partai-partai melalui
parlemen seringkali menjatuhkan mosi tidak percaya kepada kabinet, sehingga kabinetnya
jatuh bangun. Walaupun sudah diadakan pemilu, namun segala bidang kehidupan
terjadi instabilitas. Dengan keluarnya dekrit Presiden 1959 ini telah
mengakhiri sistem politik liberal yang kemudian diganti dengan sistem demokrasi
terpimpin dam berlakunya kembali UUD 1945.
2.
Dinamika
Politik Indonesia Pada Masa Orde Lama atau Periode Demokrasi Terpimpin (5 Juli
1959 – 11 Maret 1966) dengan UUD 1945
Bentuk
negara Kesatuan Sistem pemerintahan Kabinet Presidensial Pada masa pemerintahan
orde lama banyak terjadi penyimpangan terhadap alat pemersatu, jika bangsa
Indonesia sudah bersatu maka Pancasila tidak berfungsi lagi, yang menurut PKI
akan digantikan dengan faham komunisme.
Pancasila
tidak diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, lembaga negara tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Asas demokrasi menurut UUD 1945 yang seharusnya
berdasarkan musyawarah mufakat diganti dengan demokrasi terpimpin yang berakibat
terjadinya kultus individu. Pilar-pilar demokrasi dan kehidupan kepartaian
serta legislatif menjadi lemah sedangkan keluasan eksekutif (Presiden) menjadi
sangat kuat sebagai contoh:
§ DPR
hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan Presiden karena tidak menyetujui RAPBN yang
diajukan Presiden dan sebagai gantinya Presiden mengangkat DPR GR
§ MPRS
dan DPR GR yang seluruh anggotanya diangkat oleh Presiden yang seharusnya
berada diatas Presiden tetapi selalu tunduk kepada Presiden
§
MPR mengangkat Soekarno menjadi Presiden seumur
hidup, yang dikukuhkan dalam Tap MPRS No. III/MPRS/66 Puncak penyimpangan
adalah terjadi G 30 S/PKI. Setelah G 30 S/PKI terjadi krisis politik, yaitu
terjadinya instabilitas nasional juga adanya demonstrasi mahasiswa yang
menuntut TRI TURA yaitu:
1. Bubarkan
PKI
2. Bersihkan
kabinet Dwikora dari PKI
3. Turunkan
harga
Yang pada akhirnya
turunlah SUPER SEMAR pada tanggal 11 Maret 1966.
3.
Dinamika
Politik Indonesia Pada Masa Orde Baru (11 Maret 1966 – 21 Mei 1998) dengan UUD
1945
Pemerintahan
orde baru adalah pemerintahan yang menegakkan negara Kesatuan RI berdasrkan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Orde Baru lahir sejak
dikeluarkan SUPER SEMAR, dari Presiden Soekarno kepada Letjen. Soeharto untuk
mengambil tindakan yang dianggap perlu demi keamanan, keselamatan rakyat,
bangsa dan negara Kesatuan RI. Dalam bidang ketatanegaraan banyak ditempuh
upaya-upaya konstitusional. Penyelenggaraan Pemilu selama orde baru telah
berlangsung sebanyak 6 kali sebagai berikut:
a. Pemilu
I
-
Berdasarkan UU No. 15/1969
-
Dilaksanakan pada tanggal 3 Juli 1971
-
Diikuti oleh 10 OPP (Organisasi Peserta Politik)
1. Partai
Katolik
2. PSII
3. NU
4. Pramusi
5. Golkar
6. Parkindo
7. Murba
8. PNI
9. Perti
10. PKI
-
Jumlah anggota DPR = 460 (360 dipilih lewat pemilu, 25
diangakat Presiden, dan 75 diangkat ABRI)
-
Anggota MPR 920 terdiri dari anggota DPR ditambah
utusan daerah dan golongan Presiden mempunyai hak mengangkat anggota DPR, ABRI
tidak memilih tetapi diberi wakil di DPR.
b.
Pada pemilu kedua ini terjadi peleburan parpol yang
seidologi:
-
PPP berdiri pada tanggal 5 Januari 1973, yang merupakan
fusi dari NU, Parmusi, Perti dan PSII
-
PDI berdiri pada tanggal 10 Januari 1973, yang
merupakan fusi dari PNI, IPKI, Murba, Partai Katolik dan Parkindo
-
Golkar berdiri pada tanggal 20 Oktober 1964, yang
merupakan golongan fungsional yang terdiri dari buruh, pegawai, tani, pengusaha
nasional, alim ulama, Angkatan 45 dan angkatan 1966
Penyederhanaan OPP dari 9 parpol menjadi 2 parpol dan 1 Golkar dituangkan dalam UU No. 3/1975 dan harus berasaskan Pancasila (Asas tunggal).
Penyederhanaan OPP dari 9 parpol menjadi 2 parpol dan 1 Golkar dituangkan dalam UU No. 3/1975 dan harus berasaskan Pancasila (Asas tunggal).
Sejak pemilu tahun 1973 sampai prmilu tahun
1997 diikuti 3 OPP yaitu: PPP, PDI dan Golkar. Selama pemilu orde baru, Golkar
selalu memperoleh suara mayoritas menang
mutlak).
Dalam
pemilu 1971 Golkar meraih 63,8%
Dalam Pemilu 1977 Golkar meraih 62,1% Dalam Pemilu 1982 Golkar meraih 64,3% Dalam Pemilu 1987 Golkar meraih 73,2% Dalam Pemilu 1992 Golkar meraih 68,1% Dalam Pemilu 1997 Golkar meraih 70,2% (Data ini diambil dari Lembaga Pemilu) |
Dengan
kemenangan Golkar ini Presiden Soeharto kedudukannya menjadi kuat. Untuk
mempertahankan posisinya Presiden Soehartao membangun kekuasaannya dengan 3
pilar utama yaitu: ABRI, Golkar dan birokrasi. Presiden Soeharto membatasi
hak-hak politik rakyat dengan alasan stabilitas keamanan. Kontra DPR nyaris tak
pernah ada sedangkan posisi yang kuat adalah eksekutif. Kebebasan pers selalu
dibayang-bayangi oleh pencabutan SIUP. Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto
banyak terjadi KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme).
Pemerintah Orde
Baru berhasil melaksanakan pembangunan ekonomi. Hal ini ditandai dengan
meningkatnya pendapatan perkapita dan pembangunan sarana dan prasarana fisik,
dengan meningkatnya pendapatan perkapita dan pembangunan sarana prasarana
fisik, yang dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Namun pembangunan di
bidang mental dan budaya-budaya terjadi kemerosotan. Sehingga terjadi KKN
(Korupsi Kolusi dan Nepotisme) yang semakin meluas dan akhirnya terjadi krisis
kepercayaan. Dalam bidang politik, krisis kepercayaan ini dibuktikan oleh
maraknay unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa, dosen, pelajar, LSM dan
politisi yang menuntut Presiden Soeharto mundur dan menyuarakan “Reformasi”.
Karena Presiden Soeharto sudah tidak mendapat dukungan rakyat akhirnya pada
tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundurkan diri dan yang
menggantikannya adalah wakil Presiden B.J Habibie.
4.
Periode
Reformasi (21 Mei 1998 sampai sekarang) Dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya
saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil Presiden
BJ Habibie
Latar belakang
Krisis
finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya
ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto. Saat
itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai
organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia. Pemerintahan Soeharto
semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian memicu
Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas hampir
diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri,
Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
·
19 Mei
-
Soeharto berbicara di TV, menyatakan dia tidak akan
turun dari jabatannya, tetapi menjanjikan pemilu baru akan dilaksanakan
secepatnya.
-
Beberapa tokoh Muslim, termasuk Nurcholish Madjid dan
Abdurrahman Wahid, bertemu dengan Soeharto.
-
Ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR, Jakarta.
-
Dilaporkan bentrokan terjadi dalam demonstrasi di Universitas
Airlangga, Surabaya.
·
20 Mei
-
Amien Rais membatalkan rencana demonstrasi
besar-besaran di Monas, setelah 80.000 tentara bersiaga di kawasan Monas.
-
500.000 orang berdemonstrasi di Yogyakarta, termasuk
Sultan Hamengkubuwono X. Demonstrasi besar lainnya juga terjadi di Surakarta,
Medan, Bandung.
-
Harmoko mengatakan Soeharto sebaiknya mengundurkan diri
pada Jumat, 22 Mei, atau DPR/MPR akan terpaksa memilih Presiden baru.
-
Sebelas menteri kabinet mengundurkan diri, termasuk
Ginandjar Kartasasmita, milyuner kayu Bob Hasan, dan Gubernur Bank Indonesia
Syahril Sabirin.
·
Pernyataan
pengunduran diri (21 Mei)
-
Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul
9.00 WIB
-
Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi Presiden baru
Indonesia.
-
Jenderal Wiranto mengatakan ABRI akan tetap melindungi Presiden
dan mantan-mantan Presiden.
-
Terjadi perdebatan tentang proses transisi ini. Yusril
Ihza Mahendra, salah satu yang pertama mengatakan bahwa proses pengalihan
kekuasaan adalah sah dan konstitusional.
·
22 Mei
-
Habibie mengumumkan susunan “Kabinet Reformasi”.
-
Letjen Prabowo Subiyanto dicopot dari jabatan Panglima
Kostrad.
-
Di Gedung DPR/MPR, bentrokan hampir terjadi antara
pendukung Habibie yang memakai simbol-simbol dan atribut keagamaan dengan mahasiswa
yang masih bertahan di Gedung DPR/MPR. Mahasiswa menganggap bahwa Habibie masih
tetap bagian dari Rezim Orde Baru. Tentara mengevakuasi mahasiswa dari Gedung DPR/MPR
ke Universitas Atma Jaya Habibie.
Masa
pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter
Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu,
Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan
berekspresi. Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya
untuk mengizinkan Timor Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan
berpisahnya wilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999. Keputusan
tersebut terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga kini pun
masa pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa kelam dalam
sejarah Indonesia.
Abdurrahman
Wahid Pada pemilu yang diselenggarakan pada 1999 (lihat: Pemilu 1999), partai
PDI-P pimpinan Megawati Soekarnoputri berhasil meraih suara terbanyak (sekitar
35%). Tetapi karena jabatan Presiden masih dipilih oleh MPR saat itu, Megawati
tidak secara langsung menjadi Presiden. Abdurrahman Wahid, pemimpin PKB, partai
dengan suara terbanyak kedua saat itu, terpilih kemudian sebagai Presiden
Indonesia ke-4. Megawati sendiri dipilih Gus Dur sebagai wakil Presiden.
Masa
pemerintahan Abdurrahman Wahid diwarnai dengan gerakan-gerakan separatisme yang
makin berkembang di Aceh, Maluku dan Papua. Selain itu, banyak kebijakan
Abdurrahman Wahid yang ditentang oleh MPR/DPR. Pada 29 Januari 2001, ribuan
demonstran berkumpul di Gedung MPR dan meminta Gus Dur untuk mengundurkan diri
dengan tuduhan korupsi. Di bawah tekanan yang besar, Abdurrahman Wahid lalu
mengumumkan pemindahan kekuasaan kepada wakil Presiden Megawati Soekarnoputri. Melalui
Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001, Megawati secara resmi diumumkan menjadi Presiden
Indonesia ke-5. Sebelum SI, Gus Dur mengeluarkan dekrit pada tanggal 23 Juli
2001 jam 01:10 WIB. Isi Dekrit:
1. Membekukan
DPR dan MPR
2. Membekukan
Partai Golkar (sambil menunggu keputusan MA)
3. Mengagendakan
pemilu dalam 1 tahun mendatang
4. Pembentukan
badan nasional untuk mengagendakan refomasi Dekrit Gus Dur oleh MA dinyatakan
tidak sah. Dalam SI 23 Juli 2001 Presiden Gus Dur tidak hadir dan mendapat mosi
tidak percaya dari MPR dan mandatnya dicabut. SI juga mengangkat Megawati
sebagai Presiden dari 23 Juli 2001 – 2004 sebagai wapresnya terpilih Hamzah
Haz.
Megawati
Megawati
dilantik di tengah harapan akan membawa perubahan kepada Indonesia karena
merupakan putri Presiden pertama Indonesia, Soekarno. Meski ekonomi Indonesia
mengalami banyak perbaikan, seperti nilai mata tukar rupiah yang lebih stabil,
namun Indonesia pada masa pemerintahannya tetap tidak menunjukkan perubahan
yang berarti dalam bidang-bidang lain. Popularitas Megawati yang awalnya tinggi
di mata masyarakat Indonesia, menurun seiring dengan waktu. Hal ini ditambah
dengan sikapnya yang jarang berkomunikasi dengan masyarakat sehingga mungkin
membuatnya dianggap sebagai pemimpin yang ‘dingin’. Megawati menyatakan
pemerintahannya berhasil dalam memulihkan ekonomi Indonesia, dan pada 2004,
maju ke Pemilu 2004 dengan harapan untuk mempertahankan kekuasaannya sebagai Presiden.
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Pada tahun 2004, Indonesia menyelenggarakan pemilu Presiden secara langsung pertamanya. Ujian berat dihadapi Megawati untuk membuktikan bahwa dirinya masih bisa diterima mayoritas penduduk Indonesia. Dalam kampanye, seorang calon dari partai baru bernama Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, muncul sebagai saingan yang hebat baginya. Partai Demokrat yang sebelumnya kurang dikenal, menarik perhatian masyarakat dengan pimpinannya, Yudhoyono, yang karismatik dan menjanjikan perubahan kepada Indonesia. Karisma Yudhoyono berhasil menarik hati mayoritas pemilih dan Demokrat memenangkan pemilu legislatif pada awal 2004, yang diikuti kemenangan Yudhoyono pada pemilihan Presiden.
Hasil pemilu Presiden dan wakil Presiden putaran I tanggal 5 Juli 2004 yang diikuti oleh 3 calon pasangan Presiden dan wakil Presiden sebagai berikut:
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Pada tahun 2004, Indonesia menyelenggarakan pemilu Presiden secara langsung pertamanya. Ujian berat dihadapi Megawati untuk membuktikan bahwa dirinya masih bisa diterima mayoritas penduduk Indonesia. Dalam kampanye, seorang calon dari partai baru bernama Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, muncul sebagai saingan yang hebat baginya. Partai Demokrat yang sebelumnya kurang dikenal, menarik perhatian masyarakat dengan pimpinannya, Yudhoyono, yang karismatik dan menjanjikan perubahan kepada Indonesia. Karisma Yudhoyono berhasil menarik hati mayoritas pemilih dan Demokrat memenangkan pemilu legislatif pada awal 2004, yang diikuti kemenangan Yudhoyono pada pemilihan Presiden.
Hasil pemilu Presiden dan wakil Presiden putaran I tanggal 5 Juli 2004 yang diikuti oleh 3 calon pasangan Presiden dan wakil Presiden sebagai berikut:
1. Pasangan
Wiranto – Solahudin Wahid 22,154% dengan jumlah suara 26.286.788
2. Psangan
Megawati – Hasyim Musadi 26,605% dengan jumlah suara 17.392.931
3. Pasangan
Amien Rais – Siswono Yudohusodo 14,658% dengan jumlah suara 17.392.931
4. Pasangan
Susilo Bambang Yudhoyono –Yusuf Kalla 33,574% dengan jumlah suara 39.383.184
5.
Pasangan Hamzah Haz – Agum Gumelar 3,009% dengan jumlah
suara 3.569.861
Berdasarkan hasil
perolehan suara tersebut, sesuai dengan pasal 66 ayat 2 UU No. 23/2003, maka
kelima pasangan calon Presiden dan wakil Presiden tersebut belum memenuhi
syarat yang ditentukan UU. Karena belum memenuhi syarat yang ditentukan UU,
maka diadakan pemilihan Presiden dan wakil Presiden yang kedua kali yang
mendapat suara mayoritas 1 dan 2. Dengan data suara diatas yang berhak untuk
maju pemilu putaran ke dua yaitu:
1. Suara
mayoritas 1 pasangan Susilo Bambang Yudhoyono – Muhammad Yusuf Kalla, dengan prosentase
perolehan 33,574%
2. Suara
mayoritas 2 pasangan Megawati Soekarno Putri – Hasyim Musadi, dengan prosentase
perolehan 26,605% Pemilu putaran kedua dilaksanakan pada tanggal 20 September
2004, yang dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono – Muh. Yusuf
Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2004 – 2009.
2.2 Pelaksanaan Sistem Politik Indonesia
Dalam
perjalanan sejarah ketatanegaraan, semua konstitusi yang pernah berlaku,
menganut prinsip demokrasi. Hal ini dapat dilihat misalnya:
a) Dalam
UUD 1945 (sebelum diamandemen) pasal 1 ayat 2 berbunyi “kedaulatan adalah di tangan rakyat yang demokrasi dan berbentuk
federasi”
b) Dalam
UUD 1945 (setelah diamandemen) pasal 1 ayat 2 berbunyi “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar”
c) Dalam
Konstitusi RIS, pasal 1:
1. Ayat
(1) berbunyi “Republik Indonesia yang
merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk
kesatuan”
2. Ayat
(2) berbunyi “ Kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh
pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat”
d) Dalam
UUDS 1950 pasal 1:
1. Ayat
(1) berbunyi “Republik Indonesia yang
merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk
kesatuan”
2. Ayat
(2) berbunyi “Kedaulatan Republik
Indonesia adalah ditangan rakyat dan dilakukan
oleh pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat”
Sistem
politik yang dianut oleh suatu negara pada dasarnya dipengaruhi oleh ideologi
yang dianut oleh negara yang bersangkutan. Ideologi tersebut terkandung dalam
dasar negara setiap negara. Begitu juga Indonesia berideologikan Pancasila. Hal
tersebut memberikan corak atau ciri khas kepada sistem politik yang dianut
indonesia. Dapat disimpulkan, bahwa sistem politik Indonesia adalah Demokrasi
Pancasila.
Demokrasi
Pancasila mempunyai nilai-nilai yang menjadi kelebihannya bila dibandingkan
dengan sistem demokrasi lainnya. Kelebihannya bisa dilihat dari prinsip-prinsip
pokoknya sebagai berikut:
1) Mengakui
persamaan kedudukan bagi seluruh rakyat Indonesia.
2) Mengutamakan
keseimbangan hak dan kewajiban.
3) Menjamin
pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME.
4) Mewujudkan
rasa keadilan sosial.
5) Pengambilan
keputusan dengan musyawarah mufakat.
6) Mengutamakaan
persatuan nasional dan kekeluargaan.
7) Menjunjung
tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
Prinsip-prinsip
tersebut merupakan karakteristik sistem Politik Indonesia, juga berperan
sebagai identitas diri bangsa Indonesia yang dapat dibanggakan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Demokrasi pancasila
merupakan kompetisi berbagai ide dengan cara menyelesaikan masalah. Demokrasi
pancasila, juga merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme kedaulatan
rakyat dalam penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan
konstitusi yaitu UUD 1945.
3.2 Saran
Dengan Demokrasi Pancasila
ini, Indonesia dapat berdaulat dalam penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan
pemerintahan. Tetapi, masih banyak penyimpangan-penyimpangan yang seharusnya
harus di berantas. Sebaiknya sistem pemerintahan Demokrasi Pancasila ini
dipertahankan, dan juga lebih diperketat dengan pegangan UUD 1945. Agar Hukum
di Indonesia lebih adil bagi seluruh rakyat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Syafiie,
Inu Kencana. (2002). Sistem Politik
Indonesia. Bandung:Refika
Republik
Indonesia. (2002).Undang-Undang RI Nomor
31 Tahun 2002 tentang Partai Politik. [Online]. Tersedia: http://www.dpr.go.id.
Html [27 Juli 2005].
Plano,
Jack C. (1994). Kamus Analisa Politik.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Riayanto,
Astim. (2000).Teori Konstitusi.
Bandung: Yapemdo.
0 komentar:
Posting Komentar